*Buat Sarung Tangan dan Kondom
NGABANG. Sejak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak menetapkan Mandor sebagai kawasan industri. Sejumlah investor sudah ada yang siap berinvestasi, salah satunya dari Jepang. Rencana akan membangun pabrik keret untuk produksi bahan jadi seperti sarung tangan dan kondom.
“Pada 2 November kita sudah melakukan pertemuan di Yogyakarta dihadiri Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan), mereka memfasilitasi kita untuk bekerjasama dengan pihak Jepang pemilik pabrik. Investasi kita jenis komoditi karet dimana pabrik akan membeli air getah dengan harga Rp.10 ribu per kilogramnya,” kata Plt. Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanana (Disbunhut) Landak Vinsensius kepada Equator di kantornya, belum lama ini.
Rencana, pabrik akan ditempatkan di kawasan indutrsi yang sudah ditetapkan oleh Pemkab Landak yakni di Kecamatan Mandor. Pabrik tersebut akan mengolah dari bahan baku air getah untuk dijadikan barang jadi diantaranya sarung tangan dan sarana alat kesehatan seperti kondom dan lainnya. “Hasil penelitian dari Batan, Landak khususnya di daerah Mandor sangat tepat dan cocok kadar air getahnya,”ujar Vinsen.
Menurut dia, di Kabpaten Landak ini memiliki 80 ribu haktare pengembangan karet baik lokal maupun unggul binaan dari pemerintah. Khusus di Mandor yang sebagai tempat penampungan sudah tersedia satu hamparan yang luanya 260 hektare. “Kita memang harus memenuhi kebutuhan pabrik. Karena setiap hari pabrik membutuhkan 2 ton. Nah anggap saja dalam 1 hektare 1 kilogram, otomatis sudah terpenuhi. Ini sudah sudah kita lakukan penelitian yang singkat,” ungkap Vinsen.
Ketika pertemuan di Yogyakarta, Bupati Landak DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi diberikan kesempatan untuk memaparkan dan ia menyambut baik atas kehadiran investor dari Jepang yang akan berinvestasi di bidang komoditi karet dengan memproduksi bahan jadi. “Munkin mimpi yang selama ini mudah-midahan menjadi kenyataaan dan ini pastinya untuk percepatan pembangunan,” kata Vinsen.
Ia menambahkan, saat ini sedang membentuk tim kerjasama dan masih pembahasan-pembahasan karena sebelum kersajama atau MoU semua harus jelas. “Soal lahan sudah ada, dan memang ini bisa cepat diterima karena pabriknya kecil dan bisa bergerak atau mobile,” tukas Vinsen. (rie)
Minggu, 08 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar