Senin, 30 Maret 2009

Ambulance Puskesmas Mandor Terbengkalai

*Kepala Puskesmas: Bukan Rusak Tapi Supir Sakit

Mandor, Equator
MOBIL Ambulance di Puskesmas Mandor saat ini terbengkalai. Tidak tahu, apakah kendaraan itu rusak atau tidak, pastinya warga sangat membutuhkan jika ingin rujuk di rumah sakit baik di Pontianak maupun di Mempawah. Diminta kepala Puskesmas setempat agar segera memperhatikan pelayanan untuk pasien.
“Mobil Puskesmas sudah lama tidak bisa digunakan pak, tidak tau penyebabnya apa, padahal masyarakat sangat membutuhkan kendaraan karena ada yang sakit, kalaulah mobil tersebut rusak ya harus segera diperbaiki,”kata Saiful D tokoh masyarakat Mandor saat melapor kepada Equator melalui via selularnya, kemarin.
Diharapkannya, pihak Puskesmaas Mandor harus selalu memperhatikan kebutuhan masyarakat baik kendaraan maupun petugas yang ada agar segera diaktifkan. “Serta kepada instansi terkait agar meningkatkan kinerja agar masyarakat yang sangat membutuhkan dapat ditolong,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Trinenda membantah keras dan menyatakan mobil itu tidak rusak tapi supirnya sedang sakit. “Mobil ambulan kita tidak rusak pak, kalau tidak percaya boleh diperiksa dan selama ini mobil itu juga yang melayani masyarakat karena milik masyarakat bukan milik saya, mobil itu tidak bisa digunakan karena supirnya dalam keadaan sakit,” kata.
Menurut dia, mobil tersebut sudah ada supirnya dan ialah yang bertanggung jawab mengenai mobil tersebut, jadi tidak sembarangan memberikan kepada orang lain, karena ini mobil yang memiliki tangung jawab besar apa bila terjadi hal yang tidak diinginkan. “Hanya supir saja yang boleh membawa mobil tersebut karena kalau ada apa-apa dia yang bertanggung jawab, kalau diserahkan kepada orang lain atau banyak tangan apabila terjadi sesuatu siapa yang bertanggung jawab, itu yang kita jaga,” ujarnya
Ia menegaskan mobil Ambulan tersebut milik masyarakat dan selama ini sudah banyak masyarakat yang mengunakanya. Dengan merawat dan memperhatikan mobil tersebut agar tidak sembarangan yang membawanya dalam arti banyak tangan ini suatu bentuk kepedulian dan perhatian untuk menjaga kepercayaan pemerintah yang ditumpuhkan dipundaknya. “Kalau supir nya telah sembuh siapa pun masyarakat yang ingin mengunakannya silahkan saja, dan itu sudah menjadi tugasnya,” tukasnya. (rie)

Tragedi Mandor Berdarah Diperingati

MANDOR-ONLINE
Peristiwa pembantaian massal tahun 1943-1944 oleh penjajah Jepang terhadap sekitar 21.037 warga Kalimantan Barat, Kamis (28/6), diperingati seluruh warga Kalbar sebagai Hari Berkabung Daerah. Upacara memperingati peristiwa yang dikenal dengan Mandor Berdarah itu dipusatkan di Makam Juang Mandor, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, dipimpin oleh Gubernur Kalbar Usman Jafar.
Lokasi Makam Juang Mandor, pada 28 Juni 1944 merupakan areal hutan yang digunakan penjajah Jepang sebagai ladang pembantaian dan kuburan massal bagi tokoh masyarakat, pemuka kerajaan, dan masyarakat di Kalbar. Korban pembantaian itu ditangkap penjajah Jepang dengan dalih akan melakukan pemberontakan.
Sejumlah tokoh yang turut dibunuh dan dimakamkan di ladang pembantaian Mandor itu antara lain Sultan Kerajaan Pontianak Syarif Muhhamad Alqadrie (74) beserta kedua puteranya Pangeran Adipati (31) dan Pangeran Agung (26), JE Patiasina (51), Ng Nyiap Sun (40), dan Lumban Pea (43).
Peristiwa Mandor Berdarah memang terkesan luput dari sejarah perjuangan nasional. Saksi sejarah yang mengetahui persis peristiwa tersebut juga sulit dijumpai karena kebanyakan sudah meninggal. Satu-satunya catatan sejarah yang memuat peristiwa tersebut hanyalah koran Borneo Shimbun terbitan Jepang tanggal 1 Juli 1944.
Atas inisiatif Pemerintahan Daerah Kalbar, melalui peraturan daerah, tanggal 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah Kalbar. (sumber: www.kompas.com)

Tragedi Mandor Berdarah

MANDOR-ONLINE
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akhirnya menetapkan 28 Juni sebagai hari berkabung daerah. Ini dikaitkan dengan tragedi pembantaian ribuan warga Kalimantan Barat oleh penjajah Jepang yang diperkirakan berlangsung sejak April hingga Juni 1943. Tetapi, monumen Juang Mandor yang sudah lama dibangun kini kondisinya memprihatinkan.
Sinar mentari yang terik di akhir Juni lalu tidak menyurutkan semangat ratusan warga Kalimantan Barat untuk hadir di Makam Juang Mandor Kabupaten Landak. Kalangan pemerintahan, anak sekolah, dan masyarakat kebanyakan hadir. Mereka larut dalam suasana haru peringatan Tragedi Mandor Berdarah.
Di tempat itulah, 64 tahun silam, puluhan ribu rakyat Kalimantan Barat (Kalbar) dibantai dan dikuburkan secara massal oleh penjajah Jepang.
"Saya tidak menyangka kalau lapangan yang kami bangun untuk latihan perang justru menjadi ladang pembantaian puluhan ribu rakyat Kalimantan Barat oleh penjajah Jepang," ungkap Kasilam (79), salah seorang lelaki yang ikut dalam upacara peringatan tersebut.
Kasilam merupakan mantan anggota Kaigun Heiho, semacam angkatan perang bentukan Jepang yang anggotanya direkrut dari warga pribumi. Lelaki yang berasal dari Sekip Lama (Kota Singkawang) ini bergabung dengan Kaigun Heiho tahun 1942.
Membuka hutan
Awal 1943, ia bersama anggota Heiho lainnya diperintahkan membuka hutan di kawasan Mandor untuk dijadikan tempat latihan perang.
"Waktu itu kami baru tahu kalau tempat itu lalu dijadikan lokasi pembantaian dan kuburan massal setelah ada pemberitaan di media massa. Saat terjadi pembantaian massal, anggota Heiho tidak dilibatkan," katanya.
Sejarah peristiwa pembantaian puluhan ribu rakyat Kalbar pada tahun 1943-1944 itu memang sulit diungkapkan secara rinci. Satu-satunya catatan sejarah yang hingga kini dijadikan rujukan untuk mengungkap peristiwa itu hanyalah pemberitaan Borneo Shinbun, koran terbitan Jepang di Kalbar, edisi 1 Juli 1943. Di situ disebutkan, 21.037 rakyat Kalbar dibantai dan dikuburkan secara massal di daerah Mandor, sedangkan orang-orang yang mengalami masa itu dan sekarang masih hidup juga tidak bisa bercerita banyak mengenai apa yang terjadi.
Sudarto, peneliti di Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional Kalbar menengarai penjajah Jepang juga membunuh orang-orang Indonesia yang diperintahkan menguburkan korban pembantaian massal itu. Akibatnya, tidak satu pun saksi mata yang tersisa dan melihat langsung peristiwa pembantaian itu, selain tentara Jepang.
Jejak peristiwa sejarah itu baru bisa terangkai dari pemberitaan media massa kala itu, penuturan keluarga dari tokoh masyarakat yang saat itu ditangkap oleh penjajah Jepang, serta temuan ribuan tengkorak dan tulang manusia di kawasan Mandor pada tahun 1949.
Sejumlah tokoh yang waktu itu sempat ditangkap penjajah Jepang antara lain Sultan Pontianak Syarif Muhammad Alkadrie, Penembahan Sanggau Ade Muhammad Ari, Panembahan Ketapang Gusti Saunan, Panembahan Sintang Raden Abdullah Daru Perdana, Panembahan Ngabang Gusti Abdul Hamid, serta beberapa tokoh Tionghoa seperti Tjhai Pin Bin, Tjong Tjok Men, dan Thai Sung Hian.
Penangkapan dan pembantaian tokoh-tokoh masyarakat itu dilakukan mulai 23 April-Juni 1943. Menurut Sudarto, Jepang melakukan pembantaian itu untuk menggagalkan rencana pemberontakan yang akan digagas oleh tokoh-tokoh masyarakat itu. Jepang khawatir kalau pemberontakan yang terjadi di Banjarmasin juga akan terjadi di wilayah Kalbar.
Monumen perjuangan
Kekhawatiran ini muncul karena dua tokoh perjuangan dari Banjarmasin, yakni dr Soesilo dan Malay Wei, datang menemui para tokoh masyarakat di Kalbar sekitar Januari 1943.
Tokoh-tokoh masyarakat yang ditangkap saat itu dibawa ke Mandor dalam keadaan tangan terikat dan kepalanya ditutup dengan karung. Setelah sampai di Mandor, mereka dibunuh dengan menggunakan samurai, lalu dikuburkan secara massal dalam sebuah lubang besar.
Pada 1977, Gubernur Kalbar Kadarusno berinisiatif mendirikan monumen Makam Juang Mandor untuk mengenang peristiwa bersejarah itu. Sejak saat itu, di monumen tersebut hampir tiap tahun dilakukan peringatan Tragedi Mandor Berdarah. Baru pada Juni 2007, Pemerintah Provinsi Kalbar menerbitkan peraturan daerah yang menetapkan 28 Juni sebagai hari berkabung daerah.
Upaya yang dilakukan Pemprov Kalbar itu tampaknya belum cukup untuk menunjukkan kepedulian terhadap sejarah bangsa. Pasalnya, kawasan yang menjadi tempat monumen Makam Juang Mandor itu keadaannya memprihatinkan. Sebagian dari kawasan itu telah rusak akibat penambangan emas tanpa izin (PETI). Di sekitar lokasi makam, banyak dijumpai lubang-lubang galian tambang emas serta hamparan pasir bekas galian tambang emas.
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kalbar Tri Budiarto menyatakan, sedikitnya ada 12 kelompok PETI yang hingga kini masih beroperasi di kawasan itu. Masing-masing kelompok yang beranggotakan 8-12 orang bekerja dengan menggunakan mesin diesel sehingga laju kerusakan lingkungan di sana berlangsung cepat. Diperkirakan, setiap harinya masing-masing kelompok memproduksi tujuh gram emas serta menggunakan zat berbahaya, merkuri, sebanyak tujuh gram untuk mengolahnya.
PETI mulai merambah kawasan Makam Juang Mandor sekitar tahun 1980. Menurut Sudarto, jauh sebelum itu, sejak 1830, penambangan emas malah sudah ada di wilayah Mandor hingga Monterado. Sebelumnya, penambangan emas itu hanya di sekitar sungai. Setelah kandungan emas di sekitar sungai itu menipis, mereka mulai masuk ke hutan, temasuk di kawasan Makam Juang Mandor.
Keprihatinan akan kerusakan lingkungan di kawasan Makam Juang Mandor akibat PETI terus bergulir. Berbagai kalangan mendesak agar pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan kawasan monumen itu sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap sejarah bangsa.
"Makam Juang Mandor seharusnya tidak hanya menjadi monumen perjuangan yang hanya dikunjungi sekali dalam setahun. Monumen ini seharusnya bisa menjadi tempat pembelajaran sejarah sehingga dibutuhkan penataan kawasan yang lebih baik. Kemiskinan yang menjadi akar persoalan PETI harus ditangani secara komprehensif. Hukum seharusnya juga ditegakkan untuk mengatasi PETI itu," kata Sudarto. Akankah Pemprov Kalbar tanggap terhadap persoalan kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian monumen bersejarah itu? Kita tunggu saja upaya konkret yang akan ditempuh untuk mengatasi persoalan PETI di kawasan Makam Juang Mandor. (sumber: www.kompas.com)

Minggu, 22 Maret 2009

Ikhwan Al Hikmah Mandor Atraksi


Ikhwan Perguruan Al Hikmah Mandor tampil atraksi dalam latihan gabungan (latgab)se Kalimantan Barat di Taman Pasir Panjang II Singkawang, Minggu (8/3).

Jumat, 20 Maret 2009

Mandor Akan Disulap Kawasan Industri

*Peluang Tenaga Kerja Menjanjikan

Ngabang, Equator
Kabar menggembirakan untuk masyarakat Kecamatan Mandor yang selama ini beranggapan daerah tertinggal dari pembangunan. Tapi, Pemkab Landak tak tanggung-tanggung dan akan dijadikan menjadi kawasan industri sehingga peluang tenaga kerja menjanjikan bagi warga setempat.
“Kami akan mempersiapkan untuk kawasan industri terpadu di Kecamatan Mandor dengan luas 400 hektare dan akan memberikan intensif kepada para investor yang akan masuk di Landak ini,” kata Bupati Landak DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi saat membuka Musrenbang Kabupaten Landak untuk RKPD 2010, Rabu (18/3).
Adrianus menjelakan, maksud intensif untuk para inventor yakni lahan gratis mereka tak petli membeli, kemudian soal perizinan juga satu paket termasuk Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). “Jadi invenstor tinggal datang mendirikan pabrik tak perlu susah-susah mengurus perizinann,” kata mantan Kepala Bappeda ini.
Apalagi, lanjut pria jebolan doktoral Universitas Padjajaran Bandung ini, potensi tambang bouksit di Landak ini juga cukup besar. Sehingga bagi inventor pertambangan bouksit minimal untuk pengolahan pada tingkat pertama dilakukan di Kabupaten Landak. “Kita ingin keluar dari Landak tidak lagi berbetuk bongkahan atau barang mentah, tapi paling tidak sudah dalam bentuk alumniah,” ujar Adrianus.
Sedangkan dengan adanya kawasan industri terpadu di Mandor, sudah pasti akan berdampak pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Sejumlah tenaga kerja akan terserap bahkan juga dunia perbangkan akan bisa berkembang dengan adanya berdirinya pabrik-pabrik di daerah setempat. “Jadi pengangguran bisa kita atasi,” ujar Adrianus.
Ia meminta kepada dinas atau SKPD di lingkungan Pemkab Landak mampu menjabarkan untuk ditindaklanjuti. Karena pemikiran ini sudah disampaikan dua tahun lalu tapi belum ada action di lapangan oleh para SKPD yang terkait. “Karena kita membuat ini bukan hasil dari mimpi, tentu ini ada kaitannya dengan visi dan misi, RPJM dan RPJP kita,” tegas Adrianus.
Terpisah, Kepala Bappeda Landak Alpius, S.Sos mengatakan, rencana Mandor dijadikan kawasan industri memang sudah masuk dalam RPJM tahun 2010. Mengapa Mandor menjadi sasaran? Karena atas pertimbangan daerah tersebut sangat strategis seperti dekat dengan perbatasan kabupaten Pontianak yang mana di sana juga ada pelabuhan. “Jadi di kawasan ini nanti para inventor bisa mendirikan pabrik, apakah itu pabrik karet, sawit dan lainya,” kata Alpius ditemui Equator di kantornya, belum lama ini.
Mantan Kadis Perindagkop ini mengungkapkan, jika sudah dibangun sejumlah pabrik di Mandor, dampaknya sudah pasti akan menyerap tenaga kerja khususnya dari lokal masyarakat Kabupaten Landak yang memiliki kemampuan. Untuk itu, langkah selanjutnya akan dilakukan kerjasama dengan pihak konsultan untuk melakukan studi kelayakan terhadap kawasan. “Bisa saja lahan eks tambang emas yang banyak di Mandor dimanfaatkan untuk lokasi pabrik,” tandas Alpius. (rie)

Disporabudpar Nunggu Koordinasi Tim Provinsi

*Soal Pencaplokan Makam Juang Mandor

Ngabang, Equator
Soal masalah dugaan pencaplokan lahan di Makam Juang Mandor seluas 1 hektare yang dilakukan seorang pengusaha sawit bernama Zalbefri, pihak Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Landak mengaku sudah melaporkan hasil peninjauan di lapangan kepada Bupati yang sifatnya juga masih indikasi. Selain itu, pihaknya saat ini juga menunggu tim provinsi untuk melakukan koordinasi dengan Pemkab Landak.
“Memang kita juga tidak bisa langsung men-vonis itu pencaplokan, karena kita bukan pihak kompeten. Jadi sifatnya baru indikasi dan perlu ada pelurudan antara Pemprov Provinsi Kalbar dengan kabupaten,” kata Kadis Disporabudpar Landak Drs Lukas Kanoh MM kepada Equator ketika akan mengikuti rapat tentang Pemilu di aula kantor Bupati, Jumat (20/3) kemarin.
Menurut dia, untuk menentukan apakah hal itu pencaplokan lahan atau tidak harus ada tim ahli. Jadi bukan hanya dari pihak instansinya sendiri. Misalnya instansi lain seperti Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional dan lainnya. “Kalau kemarin (Kamis,red) dari Provinsi siapa yang turun kita juga tidak tahu,” ujar Lukas.
Ia mengaku, sebelumnya tim dari dinasnya juga sudah melakukan peninjauan di lapangan dan dokumen yang di dapat cukup lengkap seperti adanya pembakaran, ada pagar yang sudah masuk lokasi dan batas kawat yang sudah roboh. Sehingga semua ini memang masih berupa indikasi belum final. “Jadi hasil pemantauan kita dari lapangan sudah kita laporkan kepada Bupati dan sifatnya juga masih indikasi,” tandas Lukas. (rie)

Pencaplokan Makam Mandor Masih Misteri

*Tim Provinsi dan Kabupaten Beda Pendapat

Mandor, Equator
Kasus pencaplokan lahan Makam Juang Mandor seluas 1 hektare yang dilakukan pengusaha sawit bernama Zalbefri salah satu calon legislatif (caleg) dari PDI Perjuangan masih misterius. Tim peninjau antara provinsi dan kabupaten Landak beda pendapat. Kalau sebelumnya tim dari Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Landak membenarkan adanya pencaplokan berupa penebasan dan pembakaran lahan masuk diareal makam, tapi anehnya tim dari Dinas Perlengkapan Kantor Gubernur Kalbar bersama Dinas Sosial saat meninjau, Kamis (19/3) pukul 11.00 kemarin mengaku tidak ada pencaplokan. “Mengenai pencaplokan lahan makam 10 itu baru percobaan pencaplokan atau penebasan, karena orang yang mencaplok tidak menanam di lahan tersebut,” kata Drs Mursakinsyah Msi Kabag Perlengkapan Kantor Gubernur Kalbar kepada Equator usai melakukan peninjauan kemarin.
Mereka melihat tentang batas Makam tersebut memang sudah melewati dan terkena lokasi makam. Pihaknya juga dalam waktu dekat ini akan mengadakan rapat pertemuan dan mengundang dinas dari Kabupaten Landak untuk mengambil keputusan bersama. “Kita akan rapat dulu dengan tim Kabupaten Landak,” ujarnya singkat.
Terpisah, Bupati Landak DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi mengatakan, soal makam Juang Mandor dan eks penghijauan di sana merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Kalbar. Kabupaten Landak hanya ikut memelihara saja. “Soal pencaplokan, pihak pengusaha mengaku hanya menebas, kalau benar hanya menebas untuk merawat kita bersyukur. Tapi kalau menebas untuk tujuan lain di tanam sawit atau lainnya itu sudah melanggar,” ujar Adrianus kepada Equator usai mennghadiri dekrasai kampanye damai di KPU Landak, belum lama ini.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Kebudayaan Disporbudpar Landak, Drs Barto kepada Equator usai melakukan peninjauan yang didampingi staff kecamatan Mandor, Polisi Hutan (polhut) Mandor dan perangkat Desa Mandor membenarkan setelah dilakukan pemantauan di lapangan makam juang Mandor dicaplok.
“Kita setelah mendapat laporan dari juru pelihara situs (jupel) makam juang Mandor secara lisan dan tertulis pada tanggal 3 Maret 2009 ternyata benar adanya bahwa di makam 10 itu sudah terlihat dari oknum masyarakat telah melanggar batas areal makam,” katanya.
Dijelaskan Barto, pelaku melanggar undang-undang perlindungan situs cagar budaya, sedangkan untuk ketentuan pidana menurut undang-undang No.5 tahun 1992 pasal 26 berbunyi barang siapa merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa mengambil dan mengubah bentuk atau warna memugar atau memisahkan benda cagar budaya tampa izin dari pemerintah. Jadi sebagaimana di maksud dalam pasal 15,ayat 1 dan 2, dipidana dengan pidana selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sedikitnya 100 juta rupiah. “Sudah cukup jelas undang-undang ini untuk mengigatkan kepada semua masyarakat tentang arti penting benda cagar budaya di kabupaten Landak maupun di propinsi Kalimantan Barat,” kata Barto.
Kemudian, jika dilihat keadaan yang sebenarnya yang terjadi terhadap perusakan lingkungan makam ini memang dari instansi terkait Disporabudpar, akan menindak lanjuti apa yang di laporkan juru pelihara makam juang Mandor, kemudian disamping itu pihaknya juga melihat ada beberapa rumah penduduk yang di bangun lokasi makam juang ini ditindaklanjuti. “Jadi hasil dari lapangan yang memang benar ada membakaran lahan sawit masuk di kasawan Makam Juang Mandor, langkah selanjutnya akan kami laporankan kepada kepala dinas kita agar disampaikan kepada Bupati Landak untuk diambil kebijakan selanjutnya,” ungkap Barto. (rie)

Pengusaha Sawit Ngeyel Tak Caplok Lahan

*Soal Makam Juang Mandor

Mandor, Equator
Tim dari Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Landak saat meninjau lokasi lahan makam juang Mandor sudah jelas-jelas membenarkan adanya pencaplokan. Tapi sebaliknya, pengusaha perkebunan sawit bernama Zalbefri terus membantah bahwa dirinya tidak ada melakukan pencaplok. Malah mengaku ia merawat tempat sejarah itu.
“Tidak betul adanya pencaplokan seperti yang dituduh kepada diri saya. Jangankan untuk merusak tempat wisata, sebetulnya sayalah orang yang pencipta satu-satunya tempat wisata di kecamatan Mandor. Jadi tidak masuk akal kalau saya mau merusak tempat wisata,” bantah Zalbefri saat menghubungi awak koran ini, Minggu (15/3).
Diungkapkannya, penebasan lahan yang dilakukan oleh Sukardi warga Dusun Simpang Kasturi Kecamatan Mandor pada 2007 lalu. Jika berbicara soal penebasan setiap tahunnya makam juang selalu di tebas, baik oleh penjaga makam itu sendiri maupun oleh orang lain. “Kemudian ada yang di hijaukan dan ada yang hijau dengan sendirinya,” kata Feri panggilan akrapnya.
Feri juga malah mengatakan kalau pengerusakan ada yang lebih mendasar yakni masih banyak dlihat lobang-lobang yang ditinggalkan oleh pekerja dompeng atau penambang mas, di tengah lokasi yang di tebas itu sendiri sampai sekarang masih ada lebih dari tiga lobang yang besar.
“Lobang bekas dompeng itu sejak tahun 1993 sudah ada dikerjakan oleh masyarakat tapi tidak pernah diributkan, nah ini kan baru penebasan sudah di ributkan, itukan bisa di hijaukan kembali. Sebenarnya kita mengkaji ada apa sich di balik ini. Saya berharap mudah-mudahan ini menjadi acuan bagi diri kita,” kata Feri.
Ditempat yang sama Sukardi menceritakan, lahan hutan tersebut di tebas yang rencananya untuk ladang setelah itu ditanam karet. Berhubungan saat itu istrinya sakit dan perlu biaya untuk berobat, dia datang meminta bantuan dan menyerahkan lahan itu pada Zalbefri. Masalah batas dengan makam juang dia tidak tahu di mana batasnya, karena sambil menebas dia melihat lokasi itu bekas dompeng yang pernah di kerjakan.
“Di hutan itu tidak tanda batas kalau lahan itu milik siapa. Kalau ada tanda patok atau batas tentu dia tahu dan tak mungkin mau mencaplok. Kita heran setelah di tebas mungkin ada orang yang membakar lahan itu, kami sering memadamkan api, entah siapa yang membakarnya, setelah lahan itu terbakar baru kelihatan ada bekas kawat yang secara lurus di tanah,” kata Sukardi.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Kebudayaan Disporbudpar, Drs Barto kepada Equator usai melakukan peninjauan yang didampingi staff kecamatan Mandor, Polisi Hutan (polhut) Mandor dan perangkat Desa Mandor membenarkan setelah dilakukan pemantauan di lapangan makam juang Mandor dicaplok.
“Kita setelah mendapat laporan dari juru pelihara situs (jupel) makam juang Mandor secara lisan dan tertulis pada tanggal 3 Maret 2009 ternyata benar adanya bahwa di makam 10 itu sudah terlihat dari oknum masyarakat telah melanggar batas areal makam,” katanya.
Dijelaskan Barto, pelaku melanggar undang-undang perlindungan situs cagar budaya, sedangkan untuk ketentuan pidana menurut undang-undang No.5 tahun 1992 pasal 26 berbunyi barang siapa merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa mengambil dan mengubah bentuk atau warna memugar atau memisahkan benda cagar budaya tampa izin dari pemerintah. Jadi sebagaimana di maksud dalam pasal 15,ayat 1 dan 2, dipidana dengan pidana selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sedikitnya 100 juta rupiah. “Sudah cukup jelas undang-undang ini untuk mengigatkan kepada semua masyarakat tentang arti penting benda cagar budaya di kabupaten Landak maupun di propinsi Kalimantan Barat,” kata Barto.
Kemudian, jika dilihat keadaan yang sebenarnya yang terjadi terhadap perusakan lingkungan makam ini memang dari instansi terkait Disporabudpar, akan menindak lanjuti apa yang di laporkan juru pelihara makam juang Mandor, kemudian disamping itu pihaknya juga melihat ada beberapa rumah penduduk yang di bangun lokasi makam juang ini ditindaklanjuti. “Jadi hasil dari lapangan yang memang benar ada membakaran lahan sawit masuk di kasawan Makam Juang Mandor, langkah selanjutnya akan kami laporankan kepada kepala dinas kita agar disampaikan kepada Bupati Landak untuk diambil kebijakan selanjutnya,” ungkap Barto. (rie)

Disporabudpar Tinjau Makam Juang Mandor

*Ternyata Benar Lahan 1 Haktare Dicaplok

Mandor, Equator
Dugaan pencaplokan lahan Makam Juang Mandor oleh seorang pengusaha perkebunan sawit mencapai 1 hektare ternyata benar setelah tim dari Dinas Pemuda Olahraga kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Landak melakukan peninjauan di lapangan, Jumat (13/3) pukul 14.00 siang kemarin. Hasil peninjauan akan disampaikan kepada Bupati Landak untuk ditindaklanjuti.
“Kita setelah mendapat laporan dari juru pelihara situs (jupel) makam juang Mandor secara lisan dan tertulis pada tanggal 3 Maret 2009 ternyata benar adanya bahwa di makam 10 itu sudah terlihat dari oknum masyarakat telah melanggar batas areal makam,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Disporbudpar, Drs Barto kepada Equator usai melakukan peninjauan yang didampingi staff kecamatan Mandor, Polisi Hutan (polhut) Mandor dan perangkat Desa Mandor.
Dijelaskan Barto, pelaku melanggar undang-undang perlindungan situs cagar budaya, sedangkan untuk ketentuan pidana menurut undang-undang No.5 tahun 1992 pasal 26 berbunyi barang siapa merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa mengambil dan mengubah bentuk atau warna memugar atau memisahkan benda cagar budaya tampa izin dari pemerintah. Jadi sebagaimana di maksud dalam pasal 15,ayat 1 dan 2, dipidana dengan pidana selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sedikitnya 100 juta rupiah. “Sudah cukup jelas undang-undang ini untuk mengigatkan kepada semua masyarakat tentang arti penting benda cagar budaya di kabupaten Landak maupun di propinsi Kalimantan Barat,” kata Barto.
Kemudian, jika dilihat keadaan yang sebenarnya yang terjadi terhadap perusakan lingkungan makam ini memang dari instansi terkait Disporabudpar, akan menindak lanjuti apa yang di laporkan juru pelihara makam juang Mandor, kemudian disamping itu pihaknya juga melihat ada beberapa rumah penduduk yang di bangun lokasi makam juang ini ditindaklanjuti. “Jadi hasil dari lapangan yang memang benar ada membakaran lahan sawit masuk di kasawan Makam Juang Mandor, langkah selanjutnya akan kami laporankan kepada kepala dinas kita agar disampaikan kepada Bupati Landak untuk diambil kebijakan selanjutnya,” ungkap Barto.
Terpisah, Polisi Hutan (Polhut) Mandor Litono membantah keras, bahwa lokasi yang dicaplok atau terbakar dalam pembukaan perkebunan sawit itu bukan cagar alam, melainkan lokasi Makam Juang Mandor yang mana sebagai tempat sejarah. “Kita sudah lihat di lapangan memang hampir satu hektare sudah terbakar tapi bukan hutan cagar alam,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Zalbifri pengusaha sawit yang melakukan pencaplokan mengaku selama mengerjakan lahan untuk perkebunan sawit belum pernah melihat di lokasi karena sudah mempercayakan anak buahnya. Selain itu, dia malah meminta kepada pengawas makam untuk menentukan batas lahan tersebut. “Kita sama-sama melihat batas yang sebenarnya dan menentukan batas,”ujar calon legislatif dari PDI-P ini.
Menurut dia, jika memang sudah terkena batas lahan, dirinya mengaku tidak akan mengambil lahan kawasan Makam Juang itu, sedangkan lahan yang sudah ditebas anggap saja itu perawatan agar lebih baik. “Karena batasnya sudah tidak kelihatan setelah dibakar baru kelihatan,” ucapnya singkat. (rie)

Bupati Landak Terkejut, Akan Turunkan Tim

*Makam Juang Mandor Dicaplok

Ngabang, Equator
Pencapolkan areal hutan lindung Makam Juang Mandor oleh salah satu pengusaha perseorangan perkebunan sawit seluas 1 hektare. Rupanya Bupati Landak baru mengetahui dan merasa terkenjut sehingga akan melakukan pengecekan di lapangan untuk diluruskan. “Nanti akan kita luruskan di lapangan, ya, kita akan menurunkan tim ahli, saya juga baru tahu. Siapa yang mencaplok, ini harus ditindaklanjuti,” ujar singkat Bupati DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi dikonfirmasi usai menghadiri upacara gelar pasukan Mantap Brata di Polres Landak, Rabu (11/3) pagi kemarin.
Wakil Ketua DPRD Landak Klemen Apui SIP juga mengaku terkejut setelah membaca koran bahwa lahan Makam Juang Mandor telah dicaplok mencapai 1 hektare yang akan ditanami kebun sawit. Karena ini dianggap hanya masalah kecil karena bukan perusahaan yang membabat lahan, agar diselesaikan di tingkat desa atau kecamatan untuk dicari mufakat. “Kalau ini merupakan kawasan hutan lindung provinsi, maka pemagaran atau patok dipermanenkan agar jelas,” kata Apui.
Sementara itu Zalbevri pengusaha sawit yang melakukan pencaplokan menyatakan, pihaknya mengaku selama mengerjakan lahan untuk perkebunan sawit belum pernah melihat di lokasi karena sudah mempercayakan anak buahnya. Selain itu, dia malah meminta kepada pengawas makam untuk menentukan batas lahan tersebut. “Kita sama-sama melihat batas yang sebenarnya dan menentukan batas,”ujar calon legislatif dari PDI-P ini.
Menurut dia, jika memang sudah terkena batas lahan, dirinya mengaku tidak akan mengambil lahan kawasan Makam Juang itu, sedangkan lahan yang sudah ditebas anggap saja itu perawatan agar lebih baik. “Karena batasnya sudah tidak kelihatan setelah dibakar baru kelihatan,” ucapnya singkat.
Diberitakan sebelumnya, pembukaan lahan kebun sawit sudah mendekati lokasi makam dan membakar kebun sehingga lokasi makam sepuluh di caplok hampir 1 hektar. Batas lokasi makam sudah jelas, karena di buktikan masih ada dipagar kawat berduri sejak zaman Jepang,”beber Pengawas Makam Juang Mandor bernama Bintan saat melapor Equator.
Ia mengaku sudah melaporkan kejadian kebakaran dan pencaplokkan lokasi makam sepuluh kepada kepala desa Mandor dan Camat melalui Kasi Trantib, tapi hingga sekarang tidak ada tindakan dari Pemerintah setempat. Bintan dengan nada kesal menuturkan, sejak tahun 1973 dia datang dan tinggal di desa Mandor dan sangat mengetahui lokasi dan sejarah Mandor. “Dulu tidak ada orang yang berani mengambil sebatang kayu, di wilayah makam juang karena dikatakan hutan lindung dan cagar alam, tapi sekarang sudah menjadi hutan bebas,” ujar Bintan. (rie)

Makam Juang Mandor Dicaplok Kebun Sawit

*Instansi Terkait Jangan Diam

Mandor, Equator
Maraknya pembukaan perkebunan sawit di Kecamatan Mandor tampaknya lolos dari pengawasan instansi terkait. Buktinya, tanah Makam Juang Mandor dibiarkan dicaplok oleh pengusaha untuk dijadikan sawit mencapai luas 1 hektare. Jika ini dibiarkan, peninggalan sejarah rakyat Indonesia ini pasti akan terancam jadi sawit semua.
“Orang membuat kebun sawit mendekati lokasi makam dan membakar kebun sehingga lokasi makam sepuluh di caplok hampir 1 hektar. Batas lokasi makam sudah jelas, karena di buktikan masih ada dipagar kawat berduri sejak zaman Jepang,”beber Pengawas Makam Juang Mandor bernama Bintan saat melapor Equator, kemarin.
Ia mengaku sudah melaporkan kejadian kebakaran dan pencaplokkan lokasi makam sepuluh kepada kepala desa Mandor dan Camat melalui Kasi Trantib, tapi hingga sekarang tidak ada tindakan dari Pemerintah setempat. Bintan dengan nada kesal menuturkan, sejak tahun 1973 dia datang dan tinggal di desa Mandor dan sangat mengetahui lokasi dan sejarah Mandor. “Dulu tidak ada orang yang berani mengambil sebatang kayu, di wilayah makam juang karena dikatakan hutan lindung dan cagar alam, tapi sekarang sudah menjadi hutan bebas,” ujar Bintan.
Dikonfirmasi Equator, juru kunci Makam Juang Mandor Abdul Samad membenarkan bahwa ada orang membakar lahan kebunnya sehingga lokasi makam sepuluh terbakar hampir 1 hektar. Batas wilayah makam sudah cukup jelas, sejak zaman Jepang sudah dipagar dengan menggunakan kawat berduri.
“Sampai sekarang pun bukti pagarnya masih ada, hanya sudah tidak berbentuk pagar, tapi kawatnya masih ada. Kalau kita melihat di lokasi yang terbakar berarti lahan tersebut sudah di tebas sehingga mudah terbakar,” ungkapnya.
Ia sebagai juru kunci makam hanya bisa melapor dengan pemerintah setempat, tapi hasil tindaknya tidak ada. Untuk itu dia berharap lokasi makam juang jangan di ganggu karena merupakan hutan yang masih asli, hampir setiap tahun lokasi ini di kunjungi anak sekolah dari kota untuk belajar mengenal hutan. “Dan satu-satunya hutan yang dekat dengan pasar dan jalan. Apalagi setiap bulan Juni ada acara ziarah di makam juang Mandor. Kita masyarakat harus peduli dengan hutan untuk anak cucu kita nanti,” tukas Samad. (rie)

PPK Mandor Gelar Raker PPS



Mandor, Equator
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Mandor menggelar rapat kerja (Raker) Panitia Pemungutan Suara (PPS) di gedung serbaguna, Selasa (17/3). Tampak hadir anggota KPU Landak, Panwaslu Kabupaten,Panwascam, KPPS dan Muspika setempat.
Ketua PPK Mandor Lawi mengatakan, berharap semua panitia dapat bekerja dengan baik, tapi ia akui sampai saat ini belum mengetahui berapa dana untuk PPK dan KPPS, baik honor maupun biaya alat tulis lainnya. Namun demikian kita harus bekerja lebih dulu mengingat waktu sudah dekat pemilu. Kalau menunggu dana tentu terhambat hanya bebaerapa hari lagi. “Untuk itu kita harus mensosialisasikan kepada masyarakat cara memilih, karena sekarang tidak lagi system coblos melainkan mencontreng,” kata Lawi. Menurut dia, bagi masyarakat awam tentu sulit untuk mencontreng karena sistem ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia, tapi negara lain sudah syitem mencontreng. “Kalau kita tidak memulai sitem ini, kapan lagi kita mau mulai mengikuti sistem negara lain,” kata Lawi.
Anggota KPU Landak Lomon S.Sos menambahkan, rapat kerja bertujuan agar KPPS dan PPS dapat mensosialisasikan kepada masyarakat untuk memilih calon yang akan di pilih pada pelaksanaan pemilihan umum nanti. “Karena system pemilihan ini sangat berbeda dengan pemilihan yang sebelumnya, kalau dulu mencoblos tapi sekarang mencontreng,” tandas Lomon. (rie)