NGABANG. PT Gunung Rinjuan Sejahtera (GRS) salah satu perusahaan sawit di Kecamatan Mandor akan ditegur Bupati Landak karena melakukan kegiatan Land Clearing (LC) secara illegal. Perusahaan itu baru mengantongi izin lokasi dan belum ada izin Amdal serta Izin Usaha Perkebunan (IUP) tapi sudah melakukan LC fisik kebun. “Surat peringatan satu No.525/4052/Bunhut/2009 sudah ditandatangai pak Bupati Adrianus AS dan akan kita sampaikan kepada manajemen perusahaan tersebut,” ungkap Plt.Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanana (Bunhut) Landak Vinsensius kepada wartawan di kantornya, Selasa (24/11).
Vinsen menguraikan, dari fakta yang ada, maka disampaikan beberapa peringatan kepada PT GRS yaitu, bahwa didalam pembebasan lahan PT GRS harus sesuai dengan izin lokasi yang diberikan dan dilarang membebaskan lahan diluar dari izin lokasi yang dimaksud. Kemudian, sebelum memiliki Amdal dan IUP, PT GRS dilarang melakukan kegiatan fisik kebun yang merubah rona awal lingkungan atau dilarang LC fisik kebun. Sadangkan untuk melakukan LC fisik kebun PT GRS wajib memiliki rekomendasi dari pemerintah daerah yang sebelumnya dilakukan analisa lapangan tentang luasan lahan yang telah dibebaskan. “Maka dengan ini Bupati Landak memerintahkan kepada PT GRS untuk menghentikan legiatan LC yang dilaksanakan karena dinilai merupakan tindakan illagal, melanggar aturan dan meresahkan masyarakat,” tegas Vinsen.
Vinsen juga menyikapi masalah yang terjadi di Dusun Agak Hulu Desa Bebatung, yang mana di daerah setempat memang titik koordinat dua perusahaan antara PT GRS dan Maiska Bumi Khatulisiwa (MBS). Pada dasarnya masyarakat setempat menerima semua perusahaan dan tidak akan bingung jika kedua perusahaan melakukan sosialisasi sesuai aturan. Jangan sampai asa kepentingan peribadi yang merebutkan potensi lahan yang ada.
“Memang telah terindikasi jika melihat titik koordinat di Dusun Agak Hulu itu, berarti GRS sudah mengelola lahan di luar konsensi. Karena lahan milik PT. MBS,” beber Vinsen.
Untuk itu menyikapi masalah fakta yang ada di lapangan, Bupati mengambil sikap, melakukan teguran terulis dan ini bukan satu-satunya di Agak Hulu tapi di daerah lain juga ada. Karena PT GRS baru izin lokasi yang mestinya tugasnya hanya membebaskan lahan dan tidak boleh melakukan LC terhadap lahan kebun. “Yang boleh LC hanya untuk pembangungan jalan, pembangunan pembibitan dan gedung kantor. PT GRS belum ada izin Amdal dan IUP sementara PT MBS sudah ada izin Amdal,” tegas Vinsen.
Ia menambahkan, diharapkan semua investor yang berinvestasi khususnya di bidang perkebunan harus menjalankan prosedur yang ada. Tahap awal pencadangan lahan sekitar memakan waktu enam bulan, kemudian izin lokasi, izin Amdal dan IUP. “Nah ini aturan yang harus ditempuh oleh perusahaan,” tandas Vinsen. (rie)
Rabu, 25 November 2009
Rabu, 18 November 2009
PT GRS Bantah Serobot Lahan PT MBS
MANDOR. Manajeman PT Gunung Rinjuan Sejahtera (GRS) dan masyarakat Dusun Agak Hulu Desa Bebatung Kecamatan Mandor membantah menyerobot lahan milik PT Maiskha Bumi Semesta (MBS) seperti yang ditudingkan oleh salah satu masyarakat bernama Y Inus di koran ini, Jumat (15/11) lalu.
“Kita melakukan klarifikasi, bahwa laporan itu hanya oleh oknum tertentu, jangan mengatas namakan masyarakat, itu hanya untuk kepentingan pribadi,” ungkap Kepala Dusun (Kadus) Agak Hulu Demonikus Edy Satius dalam keterangan persnya, Rabu (18/11) kemarin.
Ia berharap jika ada kepentingan pribadi jangan membawa atas nama masyarakat, karena sebenarnya tidak ada masalah di lapangan, itu dibuktikan warga bekerja lancar dengan perusahaan. Pihaknya tidak memihak kepada perusahaan mana yang mengarap lahan. “ Kami yang penting perusahaan itu benar-benar bekerja untuk mensejahterakan masyarakat dan kepentingan umum. Selama ini tidak ada masalah antara kedua perusahaan antara PT GRS dan PT MBS, kami masyarakat bekerja lancar dengan perusahaan,” ungkapnya.
Senada diutarakan Landok selaku Ketua Kelompok Tani Dusun Agak Hulu, mengingin kepastian dari kedua perusahaan antara PT GRS dan PT MBS, karena selama ini PT GRS yang lebih dulu bekerja di dusun tersebut dan masyarakat sudah meyerahkan lahan. “Maka kami tahu persis keadaan dusun kami dan kami tidak mau diganggu oleh perusahaan lain karena lahan masyarakat sudah diserahkan kepada PT GRS. Oknum masyarakat yang melaporkan hal itu adalah bukan warga Agak Hulu tapi dari desa lain,” tegas Landok.
Sementara itu Manager PT GRS, T. Manurung juga mengklarifikasi tudingan yang dikatakan oleh masyarakat bgernama Y.Inus seperti yang diberitakan koran ini pada 15 November lalu itu adalah tidak benar. Dari pihak PT GRS sampai saat ini tidak ada merasa dirugikan dan merugikan, dalam hal ini Pemkab Landak benar-benar masih mengayomi segala investasi dan investor yang datang ke sini. “Sedangkan di dalam kelompok tani tidak ada nama Y.Inus warga dusun Agak Hulu yang menyerahkan lahannya, dan tidak terdaptar dalam kelompok tani, setahu kami Y.Inus ini bukan warga Agak Hulu. Di antara kedua perusahaan PT GRS dan PT MBS selama ini tidak ada tumpang tindih lahan,” ungkap Manurung.
Manurung menambahkan, sebelum pihak perusahaan mulai berinvestasi di Landak ini sudah bersosialisasi kepada masyarakat di desa Bebatung. Perusahaan sudah jalani baik secara adatnya maupun sosialisasi lainnya yang melibatkan aparat desa tersebut. “Jadi kami atas nama manager PT GRS memohon maaf kepada Pemkab Landak. Kami sangat berterima kasih kepada PemkabLandak yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berinvestasi di daerah ini,” tandas Manurung (rie)
“Kita melakukan klarifikasi, bahwa laporan itu hanya oleh oknum tertentu, jangan mengatas namakan masyarakat, itu hanya untuk kepentingan pribadi,” ungkap Kepala Dusun (Kadus) Agak Hulu Demonikus Edy Satius dalam keterangan persnya, Rabu (18/11) kemarin.
Ia berharap jika ada kepentingan pribadi jangan membawa atas nama masyarakat, karena sebenarnya tidak ada masalah di lapangan, itu dibuktikan warga bekerja lancar dengan perusahaan. Pihaknya tidak memihak kepada perusahaan mana yang mengarap lahan. “ Kami yang penting perusahaan itu benar-benar bekerja untuk mensejahterakan masyarakat dan kepentingan umum. Selama ini tidak ada masalah antara kedua perusahaan antara PT GRS dan PT MBS, kami masyarakat bekerja lancar dengan perusahaan,” ungkapnya.
Senada diutarakan Landok selaku Ketua Kelompok Tani Dusun Agak Hulu, mengingin kepastian dari kedua perusahaan antara PT GRS dan PT MBS, karena selama ini PT GRS yang lebih dulu bekerja di dusun tersebut dan masyarakat sudah meyerahkan lahan. “Maka kami tahu persis keadaan dusun kami dan kami tidak mau diganggu oleh perusahaan lain karena lahan masyarakat sudah diserahkan kepada PT GRS. Oknum masyarakat yang melaporkan hal itu adalah bukan warga Agak Hulu tapi dari desa lain,” tegas Landok.
Sementara itu Manager PT GRS, T. Manurung juga mengklarifikasi tudingan yang dikatakan oleh masyarakat bgernama Y.Inus seperti yang diberitakan koran ini pada 15 November lalu itu adalah tidak benar. Dari pihak PT GRS sampai saat ini tidak ada merasa dirugikan dan merugikan, dalam hal ini Pemkab Landak benar-benar masih mengayomi segala investasi dan investor yang datang ke sini. “Sedangkan di dalam kelompok tani tidak ada nama Y.Inus warga dusun Agak Hulu yang menyerahkan lahannya, dan tidak terdaptar dalam kelompok tani, setahu kami Y.Inus ini bukan warga Agak Hulu. Di antara kedua perusahaan PT GRS dan PT MBS selama ini tidak ada tumpang tindih lahan,” ungkap Manurung.
Manurung menambahkan, sebelum pihak perusahaan mulai berinvestasi di Landak ini sudah bersosialisasi kepada masyarakat di desa Bebatung. Perusahaan sudah jalani baik secara adatnya maupun sosialisasi lainnya yang melibatkan aparat desa tersebut. “Jadi kami atas nama manager PT GRS memohon maaf kepada Pemkab Landak. Kami sangat berterima kasih kepada PemkabLandak yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berinvestasi di daerah ini,” tandas Manurung (rie)
Senin, 16 November 2009
Siswa SMPN 3 Mandor Kerasukan Setan
*Aktivitas Belajar Terganggu
MANDOR. Sejumlah siswa di SMPN 3 Mandor sejak 10 hingga 16 November sering mengalami kerasukan setan atau roh halus. Siswa tiba-tiba mengamuk dan teriak histeris hingga membuat panik se isi gedung sekolah yang terletak di Desa Kayu Tanam itu, aktivitas belajar-mengajar sontak terhenti. “Siswa ngamuk hampir tak dapat di tolong, memberontak sambil teriak histeris. Sekolah tak bisa mengadakan aktivitas belajar,” ujar Fran Aki Kepala SMPN 3 Mandor kepada awak koran ini, Senin (16/11) kemarin.
Akibat kejadian aneh itu, pihak sekolah langsung melaporkan kepada orang tua murid dan kepolisian setempat agar datang memberikan pertolongan. Sejak Selasa (10/11) lalu ada 16 siswa yang kerasukan dan Senin (16/11) kemarin delapan siswa. “Kita juga heran kejadian selalu pada wanita dan terjadi dari satu siswa kemudian masuk ke teman yang lainnya sehingga dari satu siswa menjadi lebih banyak yang kerasukan,” ungkap Fran.
Ia menceritakan, siswa kerasukan suka mengamuk tak mampu dipegang, satu di tangkap yang satu yang lainnya memberonta. Pihaknya sudah sepakati dengan orang tua siswa pada Rabu (10/11) malam lalu sudah mengagelar doa bersama di sekolah, tiga agama bersatu, Islam, Katolik dan Kristen, untuk mengusir roh jahat yang mungkin selama ini mengganggu siswa di sekolah. Tapi hari ini senin 16/11 masih ada siswa yang kerasukan sampai delapan siswa. Adanya permintaan dari orang tua siswa agar sekolah ini harus diadakan acara adat. “Maka kita besok (hari ini,red) akan menggelar acara adat di sekolah, mudah-mudahan dapat mengusir roh jahat agar tidak mengganggu siswa,” harap Fran.
Sementara itu, Pato orang tua siswa menegaskan, selama ini sudah dua kali terjadi kerasukan pada siswa maka sekolah dan orang tua siswa tidak boleh membiarkan hal ini terjadi terus menerus. “Kita harus ambil sikap apa yang harus kita lakukan. Secara agama harus kita laksanakan dan secara adat juga harus kita laksanakan karena kita mempunyai agama dan punya adat. Kalau kita biarkan khawatir nanti bisa membawa korban jiwa pada siswa,” tegas Pato (rie)
Kamis, 12 November 2009
Warga Ancam Hentikan Kerja PT.GRS
*Diduga Serobot Lahan PT MBS
Lahan perkebunan sawit di Landak sering menuai masalah. Kali ini giliran PT. Gunung Rinjuan Sejahtera (GRS) dituding menyerobot lahan milik PT. Maiskha Bumi Semesta (MBS) di Dusun Agak Hulu Desa Bebatung Kecamatan Mandor. “Kami masyarakat Agak Hulu akan memberhentikan kegiatan kerja alat berat yang beroperasi,” ancam Y. Inus seorang warga pemilik lahan saat melapor awak koran ini.
Ia meminta kepada instansi terkait dan kedua belah belah pihak agar segera menyelesaikan masalah ini. jika tidak pihaknya akan melakukan aksi demo besar-besaran. “Kami masyarakat merasa bingung mana yang benar, antara kedua perusahaan tersebut. Kami sangat perlu batas dan ketentuan yang jalas. Jangan sampai kami masyarakat diadu domba sesama masyarakat,” tegas Inus.
Senada diutarakan Morbin, bahwa masyarakat sementara ini akan melakukan penahanan terhadap alat berat agar jangan bekerja sebelum masalah itu di selesaikan. Pihaknya meminta kedua perusahaan harus sama-sama di pertemukan untuk membahas masalah itu. “Agar kami masyarakat tidak bingung menyerahkan lahannya,” ujarnya.
Menurut Mordin, masyarakat Agak Hulu tidak keberatan menyerahkan lahan untuk perkebunan sawit, asalkan mereka tahu jelas dengan perusahaan mana yang harus ia serahkannya. Karena selama ini ada dua perusahaan yang saling mengkapling bahwa wilayah dusun Agak Hulu adalah wilayah perusahaan mereka. “Jadi kami masyarakat sekali lagi merasa bingung yang mana yang benar,” kata Morbin.
Sebelumnya, Wakil Ketua Sementara DPRD Landak Klemen Apui juga komentar terkait izin lokasi perkebunan yang masih tumpang tindih. Maka ia
meminta kepada Pemkab Landak jangan hanya tebar pesona terhadap para calon investor. Karena jika dilihat sejumlah perusahaan sawit yang ada di Landak ini hanya beberapa persen yang sudah genah. Karena dilapangan banyak adanya plot-plot dan inklap kebun sawit karena banyak masyarakat belum mau menyerahkan lahan, ditambah lagi lahan-lahan masih tumpang tindih antara izin perusahaan A dan B. “Kemudian antara izin lokasi perusahaan pertambangan dengan sawit. Maka harus ada pembenahan atau tata ruang dulu yang harus diatur, kalau mau diberi investor wilayah mana. Bukan datang inevestor baru kasak kasuk mencari lahan,” tegas legislator dari Partai Golkar ini. (rie)
Lahan perkebunan sawit di Landak sering menuai masalah. Kali ini giliran PT. Gunung Rinjuan Sejahtera (GRS) dituding menyerobot lahan milik PT. Maiskha Bumi Semesta (MBS) di Dusun Agak Hulu Desa Bebatung Kecamatan Mandor. “Kami masyarakat Agak Hulu akan memberhentikan kegiatan kerja alat berat yang beroperasi,” ancam Y. Inus seorang warga pemilik lahan saat melapor awak koran ini.
Ia meminta kepada instansi terkait dan kedua belah belah pihak agar segera menyelesaikan masalah ini. jika tidak pihaknya akan melakukan aksi demo besar-besaran. “Kami masyarakat merasa bingung mana yang benar, antara kedua perusahaan tersebut. Kami sangat perlu batas dan ketentuan yang jalas. Jangan sampai kami masyarakat diadu domba sesama masyarakat,” tegas Inus.
Senada diutarakan Morbin, bahwa masyarakat sementara ini akan melakukan penahanan terhadap alat berat agar jangan bekerja sebelum masalah itu di selesaikan. Pihaknya meminta kedua perusahaan harus sama-sama di pertemukan untuk membahas masalah itu. “Agar kami masyarakat tidak bingung menyerahkan lahannya,” ujarnya.
Menurut Mordin, masyarakat Agak Hulu tidak keberatan menyerahkan lahan untuk perkebunan sawit, asalkan mereka tahu jelas dengan perusahaan mana yang harus ia serahkannya. Karena selama ini ada dua perusahaan yang saling mengkapling bahwa wilayah dusun Agak Hulu adalah wilayah perusahaan mereka. “Jadi kami masyarakat sekali lagi merasa bingung yang mana yang benar,” kata Morbin.
Sebelumnya, Wakil Ketua Sementara DPRD Landak Klemen Apui juga komentar terkait izin lokasi perkebunan yang masih tumpang tindih. Maka ia
meminta kepada Pemkab Landak jangan hanya tebar pesona terhadap para calon investor. Karena jika dilihat sejumlah perusahaan sawit yang ada di Landak ini hanya beberapa persen yang sudah genah. Karena dilapangan banyak adanya plot-plot dan inklap kebun sawit karena banyak masyarakat belum mau menyerahkan lahan, ditambah lagi lahan-lahan masih tumpang tindih antara izin perusahaan A dan B. “Kemudian antara izin lokasi perusahaan pertambangan dengan sawit. Maka harus ada pembenahan atau tata ruang dulu yang harus diatur, kalau mau diberi investor wilayah mana. Bukan datang inevestor baru kasak kasuk mencari lahan,” tegas legislator dari Partai Golkar ini. (rie)
PT MAK Bantah Garap Lahan Pekuburan
*Oknum Warga Akan Dituntut Balik
NGABANG. Manajemen PT.Musthika Abadi Khatulistiwa (MAK) yang dituding menggarap lahan perkuburan di Dusun Abuan Desa Sumsum Kecamatan Mandor melakukan klarifikasi. Karena ada oknum masyarakat bernama Anam Cs telah melaporkan kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Barat. Padahal pemilik lahan Erwen sendiri mengaku lahannya tidak ada kuburan seperti apa yang dilaporakan oknum masyarakat tersebut. “Lahan saya tersebut tidak ada kuburan, bahkan beberapa tahun silam pernah digarap Perkebunan Karet Remaja (PKR), perkebunan Albasia. Tapi sekarang ditanam sawit kok mengapa ada orang meributkan kalau lahan saya ada kuburan,” ungkap Erwen dalam keterangan persnya di Ngabang, Senin (9/11).
Temenggung Adat Abuan, Maharudin mengaku terkejut ada oknum masyarakat yang membuat laporan kepada DAD Kalbar dan melangkahi aparat daerah setempat mulai dari temenggung, kepala dusun dan DAD Kecamatan Mandor.
“Memang kita ada laporan minta jalan keluar terkait ada penggusuran kuburan. Maka saya bilang jika memang betul dan tidak sengaja dibayar satu siam adat saja senilai Rp.363.500. kemudian dalam waktu satu bulan tidak ada pemilik lahan mengklaim, maka gugur adat tersebut,” ungkap Maharudin.
Ketua DAD Kecamatan Mandor Lamsam juga mengaku terkejut kasus ini sampai di tingkat atas (DAD Provinsi,red), padahal selama ini pihaknya memang ada didatangi segelintir warga yang melakukan koordinasi terkait ini. Tapi sifatnya bukan laporan. Apalagi jika dilihat dari pengakuan pemilik lahan tidak ada kuburan di lahan tersebut. “Nah ini yang kami sesalkan masakah ini mencuat sampai di tingkat atas tanpa melalui pengurus adat yang ada di bawah. Ini sudah melanggar aturan yang ada, tugas kami mencari titik koordinasi,” ungkapnya.
Kepala Dusun Abuan Nursen menambahkan, bahwa masyarakat yang melaporkan di DAD Kalbar dianggap telah melangkahi aparat desa atau kecamatan yang ada. Mestinya jika memang dari Pasirah Adat tidak mampu biasa diserahkan di Temenggung Adat, jika tak mampu lari di tingkat Kecamatan. “Tapi mengapa ini langsung di Provinsi. Sedangkan warga yang melapor bernama Anam adalah warga dari luar yakni Senakin,” tegas Nursen.
Sementara itu Manager Perolehan Lahan PT MAK Asep Komaruhayat menegaskan bahwa pihak manajemen keberatakan atas tuduhan tersebut. “Atas pencemaran nama baik maka akan menuntut balik jika apa yang dituding oleh masyarakat tidak terbukti ini,” tegas Asep.
Manajeman juga sangat keberatan sekali dengan oknum masyarakat yang telah menuduh perusahaan melakukan penggusuran kuburan. Jadi pihak perusahaan akan mencari siapa dibalik semua ini. “Kami berharap kepada aparat terkait agar bisa menyikapi malasah ini, mengapa kami datang untuk membangun daerah Landak ini selalu diganggu oleh oknum-oknum segelintir orang,” tandas Asep. (rie)
NGABANG. Manajemen PT.Musthika Abadi Khatulistiwa (MAK) yang dituding menggarap lahan perkuburan di Dusun Abuan Desa Sumsum Kecamatan Mandor melakukan klarifikasi. Karena ada oknum masyarakat bernama Anam Cs telah melaporkan kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Barat. Padahal pemilik lahan Erwen sendiri mengaku lahannya tidak ada kuburan seperti apa yang dilaporakan oknum masyarakat tersebut. “Lahan saya tersebut tidak ada kuburan, bahkan beberapa tahun silam pernah digarap Perkebunan Karet Remaja (PKR), perkebunan Albasia. Tapi sekarang ditanam sawit kok mengapa ada orang meributkan kalau lahan saya ada kuburan,” ungkap Erwen dalam keterangan persnya di Ngabang, Senin (9/11).
Temenggung Adat Abuan, Maharudin mengaku terkejut ada oknum masyarakat yang membuat laporan kepada DAD Kalbar dan melangkahi aparat daerah setempat mulai dari temenggung, kepala dusun dan DAD Kecamatan Mandor.
“Memang kita ada laporan minta jalan keluar terkait ada penggusuran kuburan. Maka saya bilang jika memang betul dan tidak sengaja dibayar satu siam adat saja senilai Rp.363.500. kemudian dalam waktu satu bulan tidak ada pemilik lahan mengklaim, maka gugur adat tersebut,” ungkap Maharudin.
Ketua DAD Kecamatan Mandor Lamsam juga mengaku terkejut kasus ini sampai di tingkat atas (DAD Provinsi,red), padahal selama ini pihaknya memang ada didatangi segelintir warga yang melakukan koordinasi terkait ini. Tapi sifatnya bukan laporan. Apalagi jika dilihat dari pengakuan pemilik lahan tidak ada kuburan di lahan tersebut. “Nah ini yang kami sesalkan masakah ini mencuat sampai di tingkat atas tanpa melalui pengurus adat yang ada di bawah. Ini sudah melanggar aturan yang ada, tugas kami mencari titik koordinasi,” ungkapnya.
Kepala Dusun Abuan Nursen menambahkan, bahwa masyarakat yang melaporkan di DAD Kalbar dianggap telah melangkahi aparat desa atau kecamatan yang ada. Mestinya jika memang dari Pasirah Adat tidak mampu biasa diserahkan di Temenggung Adat, jika tak mampu lari di tingkat Kecamatan. “Tapi mengapa ini langsung di Provinsi. Sedangkan warga yang melapor bernama Anam adalah warga dari luar yakni Senakin,” tegas Nursen.
Sementara itu Manager Perolehan Lahan PT MAK Asep Komaruhayat menegaskan bahwa pihak manajemen keberatakan atas tuduhan tersebut. “Atas pencemaran nama baik maka akan menuntut balik jika apa yang dituding oleh masyarakat tidak terbukti ini,” tegas Asep.
Manajeman juga sangat keberatan sekali dengan oknum masyarakat yang telah menuduh perusahaan melakukan penggusuran kuburan. Jadi pihak perusahaan akan mencari siapa dibalik semua ini. “Kami berharap kepada aparat terkait agar bisa menyikapi malasah ini, mengapa kami datang untuk membangun daerah Landak ini selalu diganggu oleh oknum-oknum segelintir orang,” tandas Asep. (rie)
Minggu, 08 November 2009
Mandor Akan Dibangun Pabrik Karet
*Buat Sarung Tangan dan Kondom
NGABANG. Sejak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak menetapkan Mandor sebagai kawasan industri. Sejumlah investor sudah ada yang siap berinvestasi, salah satunya dari Jepang. Rencana akan membangun pabrik keret untuk produksi bahan jadi seperti sarung tangan dan kondom.
“Pada 2 November kita sudah melakukan pertemuan di Yogyakarta dihadiri Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan), mereka memfasilitasi kita untuk bekerjasama dengan pihak Jepang pemilik pabrik. Investasi kita jenis komoditi karet dimana pabrik akan membeli air getah dengan harga Rp.10 ribu per kilogramnya,” kata Plt. Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanana (Disbunhut) Landak Vinsensius kepada Equator di kantornya, belum lama ini.
Rencana, pabrik akan ditempatkan di kawasan indutrsi yang sudah ditetapkan oleh Pemkab Landak yakni di Kecamatan Mandor. Pabrik tersebut akan mengolah dari bahan baku air getah untuk dijadikan barang jadi diantaranya sarung tangan dan sarana alat kesehatan seperti kondom dan lainnya. “Hasil penelitian dari Batan, Landak khususnya di daerah Mandor sangat tepat dan cocok kadar air getahnya,”ujar Vinsen.
Menurut dia, di Kabpaten Landak ini memiliki 80 ribu haktare pengembangan karet baik lokal maupun unggul binaan dari pemerintah. Khusus di Mandor yang sebagai tempat penampungan sudah tersedia satu hamparan yang luanya 260 hektare. “Kita memang harus memenuhi kebutuhan pabrik. Karena setiap hari pabrik membutuhkan 2 ton. Nah anggap saja dalam 1 hektare 1 kilogram, otomatis sudah terpenuhi. Ini sudah sudah kita lakukan penelitian yang singkat,” ungkap Vinsen.
Ketika pertemuan di Yogyakarta, Bupati Landak DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi diberikan kesempatan untuk memaparkan dan ia menyambut baik atas kehadiran investor dari Jepang yang akan berinvestasi di bidang komoditi karet dengan memproduksi bahan jadi. “Munkin mimpi yang selama ini mudah-midahan menjadi kenyataaan dan ini pastinya untuk percepatan pembangunan,” kata Vinsen.
Ia menambahkan, saat ini sedang membentuk tim kerjasama dan masih pembahasan-pembahasan karena sebelum kersajama atau MoU semua harus jelas. “Soal lahan sudah ada, dan memang ini bisa cepat diterima karena pabriknya kecil dan bisa bergerak atau mobile,” tukas Vinsen. (rie)
NGABANG. Sejak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak menetapkan Mandor sebagai kawasan industri. Sejumlah investor sudah ada yang siap berinvestasi, salah satunya dari Jepang. Rencana akan membangun pabrik keret untuk produksi bahan jadi seperti sarung tangan dan kondom.
“Pada 2 November kita sudah melakukan pertemuan di Yogyakarta dihadiri Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan), mereka memfasilitasi kita untuk bekerjasama dengan pihak Jepang pemilik pabrik. Investasi kita jenis komoditi karet dimana pabrik akan membeli air getah dengan harga Rp.10 ribu per kilogramnya,” kata Plt. Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanana (Disbunhut) Landak Vinsensius kepada Equator di kantornya, belum lama ini.
Rencana, pabrik akan ditempatkan di kawasan indutrsi yang sudah ditetapkan oleh Pemkab Landak yakni di Kecamatan Mandor. Pabrik tersebut akan mengolah dari bahan baku air getah untuk dijadikan barang jadi diantaranya sarung tangan dan sarana alat kesehatan seperti kondom dan lainnya. “Hasil penelitian dari Batan, Landak khususnya di daerah Mandor sangat tepat dan cocok kadar air getahnya,”ujar Vinsen.
Menurut dia, di Kabpaten Landak ini memiliki 80 ribu haktare pengembangan karet baik lokal maupun unggul binaan dari pemerintah. Khusus di Mandor yang sebagai tempat penampungan sudah tersedia satu hamparan yang luanya 260 hektare. “Kita memang harus memenuhi kebutuhan pabrik. Karena setiap hari pabrik membutuhkan 2 ton. Nah anggap saja dalam 1 hektare 1 kilogram, otomatis sudah terpenuhi. Ini sudah sudah kita lakukan penelitian yang singkat,” ungkap Vinsen.
Ketika pertemuan di Yogyakarta, Bupati Landak DR Drs Adrianus Asia Sidot Msi diberikan kesempatan untuk memaparkan dan ia menyambut baik atas kehadiran investor dari Jepang yang akan berinvestasi di bidang komoditi karet dengan memproduksi bahan jadi. “Munkin mimpi yang selama ini mudah-midahan menjadi kenyataaan dan ini pastinya untuk percepatan pembangunan,” kata Vinsen.
Ia menambahkan, saat ini sedang membentuk tim kerjasama dan masih pembahasan-pembahasan karena sebelum kersajama atau MoU semua harus jelas. “Soal lahan sudah ada, dan memang ini bisa cepat diterima karena pabriknya kecil dan bisa bergerak atau mobile,” tukas Vinsen. (rie)
Jumat, 06 November 2009
PT. MAK Diduga Garap Lahan Pekuburan
Menurut keterangan dari salah satu ahli waris Anam mengatakan penggusuran tanah perkuburan oleh PT. MAK itu berlangsung kurang lebih 3 bulan lalu. Sedangkan luas lahan yang digarap yakni seluas lebih kurang 50 meter persegi. ”Tanah kuburan yang digarap itu berumur 60 sampai 70 tahun. Dilahan perkuburan itu ada 10 buah kuburan yang merupakan kuburan nenek kakek kami yang bermukim diantara Desa Sumsum dan Desa Pongok,” ujar Anam yang kala itu didampingi beberapa ahli waris lainnya.
Melihat tanah perkuburan digarap oleh PT. MAK, masyarakat setempatpun menghadap pihak perusahaan. Namun kedatangan masyarakat tersebut ditanggapi dingin oleh perusahaan. ”Akhirnya kamipun menyampaikan hal ini kepada Tumenggung Desa Sumsum. Hasilnya, menurut kami tidak sesuai dengan denda atau sanksi adat yang dilanggar. Pada waktu itu Tumenggung Sumsum hanya memberi denda adat sebesar Rp. 362.650 kepada ahli waris dari 10 kuburan itu. Jelas kami tidak terima dengan denda tersebut,” katanya. Ia menambahkan, untuk menentukan denda adat, dewan adat setempat mengambil keputusan sepihak, tanpa bermusyawarah dengan ahli waris.
Karena permasalahan ini terus berlarut-larut, akhirnya para ahli waris meminta bantuan dan petunjuk kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kanayatn Kalbar. Masyarakat meminta supaya DAD bisa menegakan keadilan dan kebenaran sesuai dengan adat istiadat Dayak Kanayatn.
”Kamipun sudah membuat surat permohonan kepada DAD Kalbar. Surat itupun sudah kami tembuskan kepada Gubernur Kalbar, Kapolda Kalbar, Kajati Kalbar, Bupati Landak, Kapolres Landak, Camat Mandor, Kapolsek Mandor dan tokoh adat di Ngabang,” terangnya.
Ia berharap kepada DAD Kanayatn Kalbar bisa merespon surat yang sudah dikirim tersebut. ”Kami tidak menerima perlakuan sewenang-wenang dari perusahaan yang hadir ditempat kami. Pihak perusahaan merusak tatanan sosial yang sudah berjalan turun temurun dari leluhur kami,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Landak Vinsensius mengaku tidak mengetahui adanya penggarapan lahan perkuburan oleh PT. MAK. ”Saya belum tahu kalau PT. MAK telah menggarap lahan perkuburan milik masyarakat Desa Sumsum. Terimakasilah sudah memberitahukan ke kami,” kata Vinsen yang ditemui Kamis (5/11) di kantornya.
Hanya saja ia menjelaskan sesuai dengan arahan dalam Peraturan Daerah (Perda) telah diatur bahwa kawasan perkuburan, pantak, daerah keramat, aliran sungai dan gunung yang menjadi sumber mata air merupakan daerah inklap. ”Jadi hal itu wajib diikuti oleh pihak perusahaan. Jika ini ditabrak, kita mungkin akan memakai pola penyelesaian yang biasa kita lakukan yakni melakukan verifikasi lahan terlebih dahulu, mengapa lahan yang dilarang itu digarap juga,” jelasnya. (sumber: Borneo Tribun)
Melihat tanah perkuburan digarap oleh PT. MAK, masyarakat setempatpun menghadap pihak perusahaan. Namun kedatangan masyarakat tersebut ditanggapi dingin oleh perusahaan. ”Akhirnya kamipun menyampaikan hal ini kepada Tumenggung Desa Sumsum. Hasilnya, menurut kami tidak sesuai dengan denda atau sanksi adat yang dilanggar. Pada waktu itu Tumenggung Sumsum hanya memberi denda adat sebesar Rp. 362.650 kepada ahli waris dari 10 kuburan itu. Jelas kami tidak terima dengan denda tersebut,” katanya. Ia menambahkan, untuk menentukan denda adat, dewan adat setempat mengambil keputusan sepihak, tanpa bermusyawarah dengan ahli waris.
Karena permasalahan ini terus berlarut-larut, akhirnya para ahli waris meminta bantuan dan petunjuk kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kanayatn Kalbar. Masyarakat meminta supaya DAD bisa menegakan keadilan dan kebenaran sesuai dengan adat istiadat Dayak Kanayatn.
”Kamipun sudah membuat surat permohonan kepada DAD Kalbar. Surat itupun sudah kami tembuskan kepada Gubernur Kalbar, Kapolda Kalbar, Kajati Kalbar, Bupati Landak, Kapolres Landak, Camat Mandor, Kapolsek Mandor dan tokoh adat di Ngabang,” terangnya.
Ia berharap kepada DAD Kanayatn Kalbar bisa merespon surat yang sudah dikirim tersebut. ”Kami tidak menerima perlakuan sewenang-wenang dari perusahaan yang hadir ditempat kami. Pihak perusahaan merusak tatanan sosial yang sudah berjalan turun temurun dari leluhur kami,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Landak Vinsensius mengaku tidak mengetahui adanya penggarapan lahan perkuburan oleh PT. MAK. ”Saya belum tahu kalau PT. MAK telah menggarap lahan perkuburan milik masyarakat Desa Sumsum. Terimakasilah sudah memberitahukan ke kami,” kata Vinsen yang ditemui Kamis (5/11) di kantornya.
Hanya saja ia menjelaskan sesuai dengan arahan dalam Peraturan Daerah (Perda) telah diatur bahwa kawasan perkuburan, pantak, daerah keramat, aliran sungai dan gunung yang menjadi sumber mata air merupakan daerah inklap. ”Jadi hal itu wajib diikuti oleh pihak perusahaan. Jika ini ditabrak, kita mungkin akan memakai pola penyelesaian yang biasa kita lakukan yakni melakukan verifikasi lahan terlebih dahulu, mengapa lahan yang dilarang itu digarap juga,” jelasnya. (sumber: Borneo Tribun)
Langganan:
Postingan (Atom)